SURABAYA, NGAGELMU.ID – Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) dikupas tuntas Drs.H. Muhammad Jamaludin Ahmad, Psikolog., Ketua LPCR PP Muhammadiyah (2010-2015) dalam Baitul Arqam (BA) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) yang diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Ngagel, Surabaya, Ahad (31/3/2024).
Baitul Arqam Ramadhan1445 H diikuti 430 peserta GTK dari sekolah Muhammadiyah di wilayah Muhammadiyah Cabang Ngagel, yaitu SD Muhammadiyah 4 (Mudipat), SD Muhammadiyah 16, SMP Muhammadiyah 5 (Spemma), dan SMA Muhammadiyah 2 (Smamda).
Materi ketiga membahas PHIWM dalam hidup Bermasyarakat (membangun ukhuwah, keteladan, toleransi, menjunjung tinggi kehormatan manusia, dan melaksanakan Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah (GJDJ).
Mengawali penyampaian materi, Pak Jamal-panggilan akrabnya menyampaikan pasca Muktamar ke-48 di Solo, Lembaga Pengembangan Cabang Ranting (LPCR) Muhammadiyah berubah menjadi LPCR-PM dengan tambahan tugas baru, yaitu Pembinaan Masjid. Pak Jamal menjelaskan warga Muhammadiyah mempraktikkan nilai-nilai Islam dalam hidup bermasyarakat.
Hal ini sesuai dengan tujuan Muhammadiyah yaitu menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Mengapa masyarakat Islam, bukan negara islam, bukan kerajaan islam? Menurutnya, karena jika masyarakat islam itu yang terwujud sudah otomatis negara maupun kerajaan tercover dalam masyarakat tersebut.
Berikutnya, dalam hidup bermasyarakat ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sesuai dengan PHIWM. Pertama, menjalin persaudaraan dan kebaikan, menunaikan kewajiban dan hak. Artinya dalam berkolaborasi, bekerjasama dengan lainya semata-mata dalam rangka menjalin persaudaraan dan kebaikan. Termasuk dalam hidup bertetangga, orang Muhammadiyah harus memuliakan tetangganya. Menurutnya, bertetangga itu menjadi ukuran kebaikan seseorang.
“Jika tetanggamu berkata kamu orang baik, maka kamu orang baik. Begitu sebaliknya,” ucapnya.
Kedua, Menjadi uswah, mulia dan memuliakan, memiliki empati. Ketiga, bersikap baik (ihsan), adil dan toleran. Keempat, memiliki sikap sosial yang positif, menegakkan amanah dan keadilan, mencegah kerusakan.
Ia pun mengajak untuk memakmurkan masjid. Bagaimana memakmurkan masjid? Menurutnya itu bisa dimulai dari keluarga, yakni dengan mengajak anak dan istrinya ke masjid. “Jangan menuruti kasihan,” tegasnya.
Ia pun memisalkan, ketika anak masih Sd, orang tua akan bilang, “kasihan masih kecil.” Begitupun saat SMP akan bilang, “kasihan pulang sekolahnya sore.” Saat si anak SMA akan bilang, “kasihan lesnya banyak.” Begitu seterusnya hingga saat si anak sudah menikah, orang tua mengatakan, “kasihan anaknya rewel, kalau malam suka menangis.”
“Maka, jika menuruti kasihan, sampai mati kita tidak akan bisa membawa anak-anak kita ke masjid,” ujarnya.
Pria kelahiran Klaten ini juga menjabarkan cara memakmurkan masjid dapat dilakukan dengan selalu berangkat ke masjid, apapun keadaanya. Ia pun menyampaikan jika sudah terdengar Asholatu khairum minan naum (shalat itu lebih utama dari pada tidur), maka segera berangkat ke masjid. “Kalau sudah terdengar adzan apalagi adzan shubuh, ikhlas tidak ikhlas berangkat (ke masjid),” tegasnya.
Ia pun mengajak Bapak-bapak dan Ibu-ibu untuk meneriakkan kata, “ikhlas tidak ikhlas, berangkat.”
Lebih lanjut ia mengungkapkan dalam Muhammadiyah tidak ada paham yang melarang wanita jamaah di masjid. Oleh karena itu ia menghimbau agar para wanita diajak untuk memakmurkan masjid. Wanita diajak ikut berjamaah, ikut pengajian-pengajian yang dilaksanakan di masjid. (Azizah)