NGAGELMU.ID – Pada zaman Rasulullah Muhammad SAW ada sahabat bernama Abu Dujanah yang begitu selesai shalat subuh berjamaah bareng Rasulullah langsung pulang, tanpa berlama-lama wiritan atau memanjatkan do’a terlebih dahulu. Begitu salam pulang.

Maka suatu ketika Rasulullah Muhammad SAW menegur Abu Dujanah, “Wahai Abu Dujanah apakah engkau tidak punya permintaan yang hendak dipanjatkan kepada Allah, sehingga engkau tidak pernah menunggu selesai berdoa dulu baru pulang?”

Abu Dujanah menjawab, ”Ya Rasulullah, mohon maaf, aku memiliki rumah yang berdampingan dengan rumah seorang yang memiliki pohon kurma besar dan dahannya menjuntai ke halaman rumahku. Setiap kali angin kencang meniup pohon kurma itu pada malam hari, buah-buah kurma itu berjatuhan di halaman rumah kami.

“Kebetulan kami termasuk orang miskin dan kami memiliki anak yang masih kecil-kecil dan sering kelaparan. Pernah suatu waktu saat aku pulang terlambat ke rumah, aku mendapati anak-anak kami memakan kurma basah itu, kemudian aku segera memasukkan jemari tanganku ke dalam mulut mereka, aku keluarkan semua yang ada dalam mulut mereka.

“Aku katakan pada mereka: ‘Anakku, jangan kalian permalukan ayahmu ini di akhirat kelak lantaran kalian memakan barang yang bukan hak milik kalian. Jangan kalian permalukan diri kalian di hadapan Allah lantaran kalian mengambil harta yang bukan milik kalian, sampai nyawa lepas dari badan aku tidak rela meninggalkan harta haram dalam perut kalian.’

“Oleh sebab itulah ya Rasulullah selesai shalat subuh aku harus buru-buru pulang sebelum anak-anak kami bangun dan memakan kurma itu. Aku harus mengumpulkan kurma-kurma di halaman rumahku itu lalu aku kembalikan kepada pemiliknya.” Rasulullah terenyuh mendengar cerita Abu Dujanah. Sungguh kisah yang patut diteladani.

Matinya Moral

Kini terus banyak kasus-kasus penyimpangan seksual yang menyesakkan dada yang mendera para anak dan perempuan di negeri ini. Kalau direnungkan, anak dan perempuan seolah menjadi sasaran empuk kejahatan. Bahkan perempuan yang sudah diperistri pun masih belum aman juga. Ujungnya, tak sedikit perempuan Indonesia yang akhirnya menggugat cerai atau dicerai suaminya.

Rentetan-rentetan peristiwa pilu itu bagai rantai kebiadaban yang tak berujung. Terus mengulur kokoh entah kapan usai. Itu akibat matinya moral di tubuh manusia. Itulah lemahnya orangtua, ayah atau ibu yang abai pada pembentukan karakter mulia yang berkeadaban pada anak generasinya. Sehingga nuraninya pingsan bahkan mati.

Pendidikan Berkeadaban dari Rumah

Kisah Abu Dujanah patut diteladani. Ia berusaha keras agar anak-anaknya tumbuh berkembang dengan baik dan tidak hidup dalam keburukan. Seyogianya memang orang tua berlaku demikian. Di dalam rumahlah keluarga menghabiskan waktu berkualitas. Apapun kesibukan di luar rumah, di dalam rumahlah kembalinya raga-raga yang mengembara untuk menyatukan cerita indah. Tugas orangtualah menjadikan rumah laksana surga. Yang adem, teduh, dan memberi kenyamanan bagi penghuninya.

Utamanya soal pendidikan anak, ayah dan ibu wajib memulai dari rumah untuk membereskan pendidikan putra putrinya. Agar anak terwujud menjadi generasi penerus yang berkualitas.

Saya berpendapat, jika pendidikan anak selesai di rumah, maka urusan di luar akan selesai. Kalau kuat pondasi pendidikan anak di rumah, di luar betapa besarpun angin badai menerpanya anak akan kuat saja melewatinya.

Semoga bermanfaat.

Salam Sayang,

Mulyanto (Ketua MPI PCM Ngagel Surabaya)

Surabaya, 12 Desember 2021

Shares: