Oleh: Dian Yuniar (Pengurus MPS PCM Ngagel)

Gantunglah cita-citamu setinggi langit, mungkin kalimat itu seringkali terdengar dari para guru kita kerika kita masih kanak-kanak. Itu adalah motivasi paling melekat di benak anak-anak, dan mereka pun dengan bangga menyebutkan mau jadi apa ketika ditanya tentang cita-cita. Kebanyakan dari cita-cita mereka semuanya adalah profesi mulia, ada guru, ada dokter, perawat, profesor, pilot, pemadam kebakaran dan lain sebagainya, dan polisi adalah yang paling sering disebut oleh anak laki-laki. Alasan paling umum adalah ingin menangkap para penjahat supaya negara aman dan damai.

Selain menangkap dan mengungkap kejahatan, polisi juga kerap mencegah kejahatan supaya tidak jadi dilakukan. Hal ini yang seharusnya juga ada pada pribadi setiap manusia, karena mencegah kejahatan sebelum dilakukan itu lebih baik dan lebih sesuai dengan syariah Islam.

Seperti firman Allah SWT yang artinya “Kamu (umat Islam) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…..”(QS. Ali Imran : 110 )

Tetapi pada kenyataannya, manusia seringkali tidak bisa mencegah kejahatan diri sendiri karena dikalahkan oleh hawa nafsunya.

Melawan hawa nafsu yang ada dalam diri sendiri memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Jika kalah, ganjarannya neraka. Jika menang, setan akan menggoda lagi dan lagi, akan terus seperti itu sampai ajal menjemput.

Baru-baru ini, kabar ditemukannya tujuh mayat janin bayi di kamar kos seorang mahasiswi Ilmu Kesehatan sebuah perguruan tinggi di Makasar, karena hamil diluar nikah dan melakukan aborsi. Gambaran bahwa hawa nafsu bisa mengalahkan manusia bahkan sampai tujuh kali. Itu yang kelihatan, yang tidak kelihatan bagaimana?

Ambil contoh, kita punya kewenangan, lalu melakukan penyelewengan diatas kewenangan, semisal bersekongkol melakukan mark up atas nilai pekerjaan dengan pelaku pekerjaan supaya dapat bagian. Bahkan karena kita punya kewenangan lantas menyingkirkan orang-orang yang tidak sepakat dengan kita dan mempertahankan orang-orang yang sepakat saja. Terasanya itu bukan kejahatan, karena ada dukungan, apalagi kalau sudah biasa dilakukan selama memegang kewenangan, tetapi sebenarnya merugikan banyak orang, hanya saja kerugian bayangan, tak nampak di permukaan.

Mencegah kejahatan diri sendiri sama halnya dengan menjadi polisi untuk hawa nafsu kita, dan sebagai polisi harus punya senjata , kalau hanya dengan tangan kosong tidak akan berhasil, pasti jebol pertahanan diri.

Salah satu senjata itu adalah firman Allah SWT yang artinya, “Katakanlah, aku berlindung kepada Rabb manusia. Penguasa manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. (Yang berasal) dari jin dan manusia.” (QS an-Naas : 1-6).

Itulah mengapa Allah SWT menyerukan kepada manusia agar berlindung kepada Allah sebanyak tiga kali, pertama berlindung kepada Allah sebagai Tuhannya manusia, kedua sebagai Penguasa manusia dan ketiga sebagai Sembahan manusia, semata hanya untuk menghadapi dan melawan hawa nafsu. Karena dia seringkali berasal dari bisikan setan yang kerap tidak kita sadari, karena kita merasa seolah itu berasal dari hati kita sendiri.

Itulah sebabnya Islam tidak pernah membenarkan kita mengikuti perasaan, karena di dalamnya ada was-was, ragu-ragu dan semacamnya, yang mana semua itu kerap akibat dari bisikan setan.

Semoga bermanfaat.

Shares: