Sinergi NA Ngagel dan Fakultas Hukum UM Surabaya: Perkuat Pendidikan Karakter untuk Cegah Kekerasan Seksual

NGAGELMU.ID – Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA) Ngagel Surabaya dan Fakultas Hukum UM Surabaya diskusi bersama dalam Pendidikan Karakter pengawasan dan kontrol terhadap kekerasan seksual di Kecamatan Ngagel Surabaya. Kegiatan ini berlangsung lancar di SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya, Minggu (02/02/25).

Dosen fakultas hukum, Satria Unggul Wicaksana Prakasa., SH., MH memaparkan materi terkait Kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Yang mana, jenis-jenis Kekerasan seksual ada verbal dan nonverbal, dari hal yang sangat sederhana sampai hal yang detail itu telah dijelaskan di PPKS. Bahkan di sana dijelaskan ada yang namanya istilahnya KBGO (Kekerasan Berbasis Gender Online) misalkan ini di HP pasti ada semua intensitas untuk mengaktifkan lama atau lebih lama daripada interaksi sama-sama pengguna.

Kekerasan berbasis gender online ini paling marak terjadi yakni mulai dari bullying terhadap fisik yang itu terjadi sehari-hari di dunia digital. Bahkan ada yang disebut seksual pornografi yang itu kemudian ditujukan kepada anak begitu juga kepada orang-orang untuk melakukan pemerasan.
Seperti contoh pemerasan terhadap korban dari pelaku dengan hubungan konsensualnya itu kemudian diumbar di media sosial dengan imbalan minta uang atau minta pelayanan seksual.
Ini yang terjadi sehari-hari posisi perempuan anak kenapa mendapat perhatian khusus karena perempuan dan anak adalah kelompok yang rentan. Kalau di dalam konsep Hak Asasi Manusia kelompok yang rentan tentang apa yang pelakunya laki-laki dan perempuan. Laki-laki sendiri tentu juga ada menjadi korban kekerasan seksual tapi kemungkinannya kecil.

Karena di dalam konsep kekerasan seksual terjadi relasi Kuasa ada yang kuat ada yang lemah. Bukan lemah yang ada kuat ada yang rendah tetapi yang rentan ini selalu menjadi subjek yang di eksploitasi yang diserang yang dikorbankan.

Segala bentuk diskriminasi dan penyerangan terhadap perempuan sudah tahu sejak dulu dan bahkan memberi perhatian khusus. Ada relasi kuasa yang bekerja sehingga di dalam hubungan kerja pun perempuan bisa jadi korban. Bisa organisasi mahasiswa misalkan seniornya dan juniornya itu terjadi banyak kasus yang perempuan kemudian terjadi relasi kuarter sehingga di dalam konteks itu terjadi kekerasan seksual. Di sinilah timbul kerentanan-kerentanan, kebahayaan-kehayaan bagi yang rentan atau ibu-ibu perempuan, anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual mereka mengalami penindasan berganda. Tidak hanya mengalami kekerasan seksual tapi tetap berurutan bahkan yang lebih parah lagi ada normalisasi kekerasan dengan cara dinikahkan dengan pelakunya.

Hal ini bukan satu hal yang tepat contoh seorang polisi melakukan kekerasan seksual ke pacarnya dia putus dilaporkan ke propam. Ada sanksi tapi karena tidak mau dipecat, sehingga dia menikahi perempuan yang menjadi korban. Perempuan ini tetap teraniaya, dia tidak diurusin yang mana hubungannya itu hanya sekedar formalitas untuk menghindari sanksi.

Itulah mengapa ada upaya-upaya yang preventif untuk menimbulkan kesadaran sebagai dasar bahwa kekerasan ada yang di medsos atau diluarnya. Banyak sekali yang perlu disadarkan seperti pelakunya, kalau tidak bisa ya tentu harus meningkatkan daya tahan diantara perempuan-perempuan supaya kita menjadi korban. Langkah-langkah yang lain pun digunakan dalam tingkat yang lebih lanjut misalkan melaporkannya kejadian kekerasan seksual seperti yang mobile nya kebanyakan di internet, maka bisa melaporkan ke LPSK atau Komnas perempuan, atau memanfaatkan NGO, yang bisa mengadvokasi, NA bisa membuat paralegal untuk meningkatkan kesadaran kita semua. bisa membentengi kita sendiri. Lembaga layanan hukum pun digunakan untuk saling bantu membantu selaku kader Muhammadiyah.

Selanjutnya diskusi mendalam bagaimana untuk meminimalisir kekerasan seksual yang terjadi di media sosial ataupun di masyarakat langsung khususnya di Ngagel. “Harapannya kita selalu bisa bersinergi dan bekerja sama untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap generasi muda penerus bangsa,” Tutupnya. (Pega)