NGAGELMU.ID – Membaca Alquran dengan Tahsin dan Tartil adalah materi kelima Baitul Arqam guru, karyawan, AMM, dan PRM se-Cabang Muhammadiyah Ngagel, Surabaya di hari kedua, Ahmad (9/4/2023).
Dalam materi ini peserta dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok A bertempat di Mas Mansur hall lt 6 Smamda Tower dengan pemateri Zaitun Nailiyah, S.Psi. Kelompok B bertempat di Perpustakaan lt 2 Smamda tower dengan pemateri Misbachul Munir, S.Pd.I, sedangkan kelompok C bertempat di Masjid Nurul Ilmi, dengan pemateri Ahmad Jufri Ubaid, S.Ag. Ketiganya berasal dari Tajdid center.
Ustadz Jufri, panggilan akrabnya dalam kelompok C menjelaskan beberapa hal terkait membaca Alquran. Antara lain tentang panjang pendeknya bacaan, hamzah washol, waqaf dan ibtida’, juga mengajari bagaimana cara mengatur nafas.
Ia menegaskan dalam membaca Alquran patokannya satu huruf satu ketukan. “Tidak ada yang lebih lambat atau lebih cepat, juga tidak ada yang dipanjang-panjangkan jika memang bacaan pendek,” ungkapnya.
Dalam tadarus ini, ia mengajak peserta membaca surat Al Fatihah, dilanjutkan Surat Al Qalam, dan Surat Thaha. Ia pun tidak segan langsung membetulkan bacaan, apabila terdapat bacaan yang kurang benar.
Mengapa dibaca ihdinash, bukan uhdunash atau ahdanash? Begitu tanyanya saat peserta membaca Surat Al Fatihah ayat 6. Ia pun menjelaskan bagaimana cara membaca hamzah washol. “Apabila setelah sukun berharakat kasroh maka hamzah washol dibaca i. Apabila setelah sukun berharakat selain kasroh maka dibaca u,” jelasnya.
Usai membaca Surat Al fatihah dilanjut membaca Surat Al Qalam. Ia pun menjelaskan tentang cara membaca huruf muqathaah.
Hampir keseluruhan ayat dari Surat Al Qalam pendek. Namun ada beberapa juga yang agak panjang. Begitu bacaan sampai di ayat panjang, Ustadz Jufri sengaja tidak membolehkan berhenti. Tentu hal ini membuat protes peserta. Kemudian ia mengajarkan bagaimana cara mengatur nafas, agar bisa membaca ayat panjang dengan tidak sering berhenti karena kehabisan nafas. “Tidak bisa karena belum terbiasa,” ujarnya.
Tak lupa ia juga menjelaskan jika memang tidak kuat nafasnya, maka boleh berhenti di tengah ayat meski bukan waqaf. “Meski tidak ada tanda waqaf dan ibtida’ boleh berhenti. Daripada megap-megap atau mencuri-curi nafas,” jelasnya.
Jika berhenti, darimana cara mengulangnya? Menurutnya, cara mengulangnya dapat melihat keumuman atau kebiasaan. Semakin jam terbang mengaji seseorang tinggi semakin tidak mengalami kesulitan. Misalnya bisa diingat ada ayat yang dimulai wa, berarti boleh dimulai dari wa. Ingat ada ayat dimulai dari kata ‘alaa berarti bisa dimulai dari kata ‘alaa. ” Intinya boleh mulai mengulang darimana saja asal tidak menyalahi artinya,” ungkapnya. (Muhimmatul Azizah)