NGAGELMU.ID – Yang pertama Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah, secara kelembagaan sudahlah seperti yang sekarang ini. Sudah bagus. Secara kelembagaan Muhammadiyah mengukuhkan diri sebagai oraganisasi dakwah, addakwah ilal khair di bidang pendidikan pelayanan kesehatan sosial, ekonomi, penanggulangan bencana dan sebagainya. Muhammadiyah mengalami kemajuan luar biasa.

Demikian ungkapan Prof Dr Din Syamsuddin MA saat menyampaikan materi dalam Baitul Arqam Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Sekolah Muhammadiyah naungan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Ngagel Kota Surabaya, Jumat (15/4/2022).

Ketua Majelis Permusyawaratan Partai (MPP) Partai Pelita itu menegaskan Muhammadiyah harus istikamah di jalan yang sekarang ini ditempuh. Tidak tergiur dalam politik praktis. Itu dikatakan dalam acara yang mengusung tema “Meneguhkan Ideologi, Meningkatkan Profesionalisme, Menguatkan Sinergi”. Kegiatan diikuti 377 GTK dari SDM 4, SDM 16, SMPM 5, dan SMAM 2 Surabaya, diselenggarakan oleh Majelis Dikdasmen dan Majelis Pendidikan Kader PCM Ngagel, berpusat di Smamda Surabaya sebagai venue 1, Mudipat sebagai venue 2, dan Spemma venue 3.

“Namun yang kedua Muhammadiyah tidak boleh abai terhadap persoalan politik. Kita pertajam hittah Makassar 2015, muhammadiyah tidak punya hubungan dengan partai politik manapun. Namun Muhammadiyah aktif dalam politik kebangsaan. Itu istilahnya,” ujarnya.

Ketum PP Muhammadiyah 2005-2010, 2010-2015 itu menegaskan, dalam politik kebangsaan bukan politik kekuasaan. Bukan untuk berkuasa. Bukan untuk berbagi posisi strategis. Politik kebangsaan berhubungan dengan nilai yang tiada lain politik amar makruf nahi munkar.

“Maka politik kebangsaan ini perlu dilakukan sejalan dengan ayat favorit Muhammadiyah Ali Imron 104. ‘Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung’,” jelasnya.

Menurutnya, addakwah ilal khoir tujuanya mulia untuk mencapai kemenangan.

“Mengapa amal makruf nahi munkar perlu dilakukan. Jadi yang tidak sejalan dengan fitrahnya. Yang tidak benar. Muhammadiyah perlu bersuara. Wahai pemerintah, wahai kemdikbud jangan lupa tujuan pendidikan nasional adalah mencetak manusia yang beriman dan berakhlak mulia. Tahu-tahu mau dihilangkan frasa itu. Dan banyak sekali saya nggak punya waktu untuk mengungkapkan ini di sini. Itu harus kita amar makruf nahi munkar,” sesalnya.

“Nah ke depan ini saya merasa selama memimpin Muhammadiyah dari 2005-2010-2015. Sering berteriak untuk amal makruf nahi munkar. Bahkan saat 2012 di satu abad Muhammadiyah, kita bertekad untuk meluruskan kiblat bangsa. Apa maksudnya? Bangsa Indonesia ini sudah menyimpang dari ideologi pancasila dan UUD 45.

“Ada yang ngeklaim paling pancasila. Tapi justru sistem ekonomi kita tidak dikaitkan pada sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dikaitkan dengan pasal 33 UUD 45 saya sering menjawabnya jauh panggang dari api.  Sistem politik kita tidak dikaitkan dengan sila keempat Pancasila. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

“Kesimpulannya jauh panggang dari api. Inilah yang membuat bangsa Indonesia carur marut karut marut kocar kacir karena menyimpang dari pancasila. Bahkan sila pertama terciderai. Di negara mayoritas islam malah muncul Islamophobia. Inilah kondisi kita. Perlunya kita bersuara. Maka perlunya ada tokoh Muhammadiyah secara konsisten konsekuen mengembangkan nilai-nilai islam. Idealnya partai islam bersatu. Tapi susah,” ungkap mantan Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama dan Peradaban itu. (mul)

Shares: