Oleh: Dian Yuniar (Pengurus MPS PCM Ngagel)
Bangun tidur, tidur lagi , bangun lagi, tidur lagi, banguuun, tidur lagi. Begitulah kira-kira syair lagu Mbah Surip almarhum yang disukai banyak orang dari Sabang sampai Merauke karena liriknya yang jenaka. Lantas korelasinya dengan bulan Ramadhan?
Kalau membahas Ramadhan, tidak akan ada habisnya, euforia umat muslim dalam menyambut kedatangannya cukup menyibukkan Nusantara, baik secara religi sampai dengan tradisi.
Ekspresi kebahagiaan terkadang diluapkan secara berlebihan dengan memanjakan lidah dari nikmatnya menu berbuka maupun sahur.
Soal ibadah, ini yang seringkali disalahartikan oleh khalayak muslim kebanyakan, bahwa salah satu ibadah di bulan Ramadhan adalah tidur.
Tidur adalah kebutuhan yang memang pada kenyataannya kurang dilakukan secara paripurna oleh manusia, sebab dari memikirkan hiruk pikuk dunia, mata terpejam tapi pikiran masih melayang.
Alih-alih waktunya orang untuk beribadah, justru tidur yang dilakukan, dengan alasan beragam, seperti menghindari ghibah, khawatir riya’ dan lain sebagainya.
Ada alasan kenapa orang tidur siang di hari-hari produktif di bulan Ramadhan, disebabkan oleh hadits palsu yang berbunyi :
“Tidurnya orang puasa merupakan ibadah, diamnya merupakan tasbih, amalnya dilipat-gandakan (pahalanya), doanya dikabulkan dan dosanya diampuni.â€
Al-Imam Al-Baihaqi yang menuliskan di dalam kitabnya, Syu’ab Al-Iman.
Lalu dinukil oleh As-Suyuti di dalam kitabnya, Al-Jamiush-Shaghir, seraya menyebutkan bahwa status hadits ini dhaif (lemah).
Namun status dhaif yang diberikan oleh As-Suyuti justru mendapat kritikan dari muhaddits yang lain. Menurut mereka, status hadits ini bukan hanya dhaif melainkan hadits maudhu’ (palsu).
Alhasil, kebanyakan umat muslim menyalahkaprahkannya, selepas sholat dhuhur biasanya mereka rebahan di masjid dan sering kali kebablasan, demikian pula selepas subuh, menggeletakkan diri di hamparan sajadah hingga jam masuk kerja terlewati.
Memang benar Rasulullah SAW kerap melakukan qailulah, yaitu tidur siang sejenak. Tetapi tidur siang yang lama tentu berbeda dengan sejenak. Istilah qailulah itu sendiri konon berasal dari kata qalil, yang artinya sedikit, sebentar, atau sejenak.
Nah mungkin sudah waktunya merubah pemahaman tentang hadist tersebut menjadi lebih baik, yaitu tidur sejenak, persis seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW, jangan seperti lirik lagu Mbah Surip (almarhum), bangun tidur, tidur lagi, bangun lagi tidur lagi banguuun tidur lagi. Semoga bermanfaat. (*)