Penulis : Muhammad Zarkasi
(Guru Smamda Surabaya)

Dua hari lalu, Selasa (12/6/2022) saya mendapatkan musibah. Saat hendak menyebrang ke warung dan sein kanan saya sudah menyala, dari belakang ada motor kencang menabrak saya.

Alhamdulillah, luka saya tidak parah. Hanya bagian siku kiri yang lecet, dan kaki kiri cedera hingga bengkak.

Satu hal unik pasca kecelakaan itu. Waktu itu, saya langsung ke bengkel untuk mereparasi motor saya, padahal kaki saya sudah terasa bengkak. Saat duduk menunggu motor saya, lewatlah sebuah mobil jenazah.

Mobil itu sedikit melaju kencang di belokan, dan dari luar tampak satu orang yang duduk di belakang, tampak panik dengan situasi.

Dalam hati saya menggumam, “Alhamdulillah ternyata, Allah masih ngasih hidup, dan saya tidak sampai diangkut oleh mobil itu,”

Tidak Ada yang Namanya Rezeki yang Kecil

Terkadang, sebuah musibah bisa membawa hikmah, seperti yang saya alami. Apalagi, rezeki yang kecil, tanpa disadari ia bisa menjadi besar apabila disyukuri dan bisa pula menjadi pemicu rezeki-rezeki yang lainnya.

Manusia diciptakan dengan komponen akal, oleh karena itu manusia tumbuh sebagai makhluk yang perhitungan. Kita tahu segala ukuran, mana yang besar dan mana yang kecil, mana yang banyak dan mana yang sedikit.

“Yang mengumpulkan harta dan yang menghitung-hitungnya,” begitu firman Allah swt dalam Surah Al Humazah ayat 2.

Padahal, sejatinya Allah swt memberikan rezeki sesuai kadar manusia. Entah sesuai kebutuhannya, entah sesuai bentuknya, atau sesuai jumlahnya.

“Allah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, lalu mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali),” firman Allah dalam Surah Ar Rum ayat 40.

Takaran Allah swt dalam menimbang rezeki makhluk-Nya begitu sempurna. Digambarkan bahwa tidak ada satupun yang mampu menghitung berapa banyak rezeki yang diberikan Allah swt.

“….Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah),” firman Allah swt dalam Surah Ibrahim ayat 34.

Jadi, tidak ada yang namanya rezeki sedikit atau banyak. Akal dan logika manusialah yang kemudian menilainya dengan ukurannya sendiri.

Buat Kita Kecil, Berharga Buat yang Lain

‘Keberuntungan’ yang saya dapatkan dalam kecelakaan itu tidak akan terasa jika seandainya saya langsung ‘ngedumel’ dan berpikir negatif. Keluh kesah akan motor rusak dan kaki bengkak akan menutupi mata hati untuk merasakan nikmatnya ‘masih hidup’.

Di saat yang sama namun di tempat yang berbeda, mungkin ada orang lain yang merasakan kejadian serupa, namun Allah cabut nikmat kehidupan darinya sehingga langsung ‘bablas’ seketika itu juga.

Nyatanya, apa yang terasa remeh bagi kita, rupanya merupakan harapan besar bagi yang lainnya. Hanya saja, kembali ke sifat perhitungan manusia, hal sepele bisa tidak ada artinya hingga membuat manusia lupa bahwa ada orang yang justru menginginkan nikmat sekecil apapun itu bisa didapatkan.

Ada contoh sederhana selain kasus kecelakaan saya di atas. Ketika kita tidak sedang merasakan flu, kita bisa menghirup udara segar dengan mudahnya. Di saat yang sama, teman kita sedang flu sehingga sulit untuk menghirup udara dengan mudah.

Ada lagi contoh yang mungkin sering kita alami. Kita memakan sebuah hidangan, misalnya nasi kotak saja lah biar mudah membayangkan, lalu ternyata kita merasa makanan itu tidak enak, dan sebagiannya kita buang ke dalam tempat sampah.

Di waktu yang sama, ada orang kelaparan, yang berharap semoga datang makanan kepadanya, bahkan jika itu basi sekalipun.

Beberapa contoh di atas adalah cerita di mana nikmat yang menurut kita kecil ternyata harapan besar orang lain. Karenanya, jangan pernah merasa hidupnya paling menderita, merasa yang paling dikecewakan, merasa yang paling dipinggirkan, dan merasa yang paling dilupakan.

“…. Sungguh jika engkau bersyukur, maka akan aku tambah (nikmat kepadamu), dan apabila kamu kufur (ingatlah) azab Allah sangat pedih,” firman Allah dalam Surah Ibrahim ayat 7.

Percaya saja kepada Allah swt, pasrahkan tentang rezeki dan nikmat kepada-Nya. Bekerja sejatinya bukan untuk mencari rezeki, namun sebagai kewajiban dan mencari ridho Allah swt. Dan rezekipun bukan seremeh soal harta beda. Bisa apapun itu. Syukurilah apa yang sudah diberikan Allah kepada kita. KH Ahmad Dahlan pernah berkata, “Yang menyenangkan Allah adalah yang paling mempercayai-Nya,”

Saya juga sedikit mengutip perkataan seniman Sujiwo Tejo, “Yang paling menghina Tuhan bukan orang yang menistakan nama-Nya. Tapi orang yang khawatir besok mau makan apa, itulah orang yang paling menghina Tuhan,”

Semoga bermanfaat. (*)

Shares: