NGAGELMU.ID – Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Ngagel Kota Surabaya menyelenggarakan Baitul Arqam pada Sabtu-Ahad (8-9/4/2023). Acara yang diselenggarakan di Smamda Tower milik SMA Muhammadiyah Dua (Smamda) Surabaya itu mengambil tema Peneguhan Ideologi dan Peningkatan Profesionalisme. Acara diikuti guru dan karyawan amal usaha Muhammadiyah di lingkungan PCM Ngagel.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr Sukadiono hadir menyampaikan pidato sambutan sekaligus membuka acara.
“Tema yang diambil Baitul Arqam kali ini sangat bagus dan sangat penting untuk kita semua warga Muhammadiyah. Temanya membahas tentang peneguhan ideologi, saya kira temanya masih sangat revelan hingga saat ini,” katanya mengawali sambutan.
Menurut Suko, panggilan akrabnya, ada tiga point penting mengapa peneguhan ideologi Muhammadiyah sangat penting dilakukan saat acara pengkaderan semacam Baitul Arqam ini. Pertama, kerapuhan ideologi. Kerapuhan ideologi terjadi pada orang-orang yang bekerja di amal usaha Muhammadiyah.
“Banyak dosen, guru, tenaga kependidikan di amal usaha Muhammadiyah yang masih ragu pada kebenaran ideologi Muhammadiyah. Meskipun bekerja di amal usaha Muhammadiyah tetapi masih melaksanakan aktivitas peribadatan yang tidak sesuai dengan Muhammadiyah,” tuturnya.
“Kalau ini terjadi maka komitmen dan loyalitas pada Muhammadiyah sangat mengkhawatirkan,” tandasnya.
Point kedua adalah Pergeseran ideologi. “Ini tidak hanya terjadi pada orang-orang yang bekerja di amal usaha Muhammadiyah, kadang-kadang pengurus-pengurus Muhammadiyah juga ada yang tertarik dengan ideologi yang lain, misalnya HTI, Salafi, atau organisasi Islam yang lain,” katanya.
“Menjadi pengurus Muhammadiyah atau bekerja di amal usaha Muhammadiyah tetapi celananya cingkrang. Itu karena dia sudah bergeser kepada ideologi yang lain,” tambahnya.
Pria alumni Fakultas Kedokteran Unair itu menjelaskan sifat karakter Muhammadiyah itu kritis kooperatif bukan kontradiktif konfrontatif. “Orang Muhammadiyah itu tidak suka demo-demo di jalan, meskipun ada sebagian orang Muhammadiyah yang begitu tetapi itu bukan karakter orang Muhammadiyah,” ungkapnya.
Ketika shalat, akan sujud, dia melanjutkan, yang didahulukan lutut bukan tangan. Menurut tarjih sudah jelas tertera begitu, kecuali dalam kondisi sakit atau darurat.
“Tetapi kalau tangan dulu, maka dia sudah bergeser kepada ideologi yang lain. Jika ini terjadi, komitmen pada Muhammadiyah patut dipertanyakan,” tandasnya.
“Nanti tanggal 21 April kita lihat. Orang-orang salafi itu tekstual. ‘Shumuu liru’yatihi wa afthiru liru’yatihi’, mereka merukyat, mereka sepaham dengan sidang isbat. Muhammadiyah sudah menetapkan Idul Fitri jatuh tanggal 21 April, tetapi kalau ideologinya sudah bergeser ke yang lain, pasti tidak mengikuti ketetapan Muhammadiyah,” katanya.
Point ketiga adalah pembangkangan ideologi. “Bekerja di amal usaha Muhammadiyah tetapi di luar menjelek-jelekkan Muhammadiyah. Itu yang disebut pembangkangan ideologi,” ucapnya.
Suko mengatakan mereka yang membangkang berdalih bekerja di amal usaha Muhammadiyah karena terpaksa.
“Bekerja di amal usaha Muhammadiyah karena terpaksa, patut dipertanyakan komitmennya pada Muhammadiyah. Mereka tidak bisa 100 persen komit pada Muhammadiyah,” tuturnya. (Anang)