Oleh: Muhammad Zarkasi
(Guru Smamda Surabaya)
Kurban. Ibadah sunnah yang dianjurkan setiap tahunnya, dalam perayaan Idul Adha. Di dalamnya, terdapat napak tilas kisah Nabi Ibrahim khalilullah dengan putranya Nabi Ismail as.
Bayangkan, bagaimana sisi manusiawi seorang ayah yang terdapat dalam diri Nabi Ibrahim as. Tidak berjumpa sejak kecil karena perintah Allah swt kepada Nabi Ibrahim as untuk meninggalkan istrinya Hajjar dan putra kecilnya Ismail as di tanah Bakkah (sekarang Makkah).
Sekalinya bertemu, saat itu Nabi Ismail sudah tumbuh menjadi pemuda dan telah beristri, lalu Allah swt mengilhamkan melalui mimpi Nabi Ibrahim untuk mengurbankan anaknya itu.
Nabi Ismail as sendiri tidak bergeming. Kalau itu memang perintah Allah swt, maka Nabi Ismail as dengan siapnya merelakan jasadnya untuk dikurbankan.
Nabi Ismail as adalah permata bagi Nabi Ibrahim as. Putra pertama setelah sekian puluh tahun menanti kehadiran buah hati. Namun ternyata, cintanya kepada Allah swt melebihi cintanya kepada siapapun. Sisi manusiawinya tidak meronta-ronta, tak seperti manusia biasa penuh dosa yang pasti akan berpikir ratusan bahkan ribuan kali untuk melaksanakannya.
Keikhlasan dan kepatuhannya pada perintah Allah swt benar-benar tercatat sebagai kisah ketakwaan yang penuh haru. Allah swt kemudian menghadiahkan seekor kambing sebagai gantinya, setelah melihat ketakwaan kedua manusia suci itu.
Napak tilas serupa sebenarnya sudah pernah terjadi pada zaman Nabi Adam as. Ketika terjadi perselisihan antara Qabil dan Habil dalam menentukan siapa yang berhak menikahi putri pertama Nabi Adam as, keduanya juga diperintahkan untuk memberikan kurban terbaiknya.
Qabil, yang telah dikuasai hawa nafsunya, menyerahkan kurban seadanya dan hanya diniatkan karena pernikahan. Sang adik Habil, menyerahkan kurban dari hewan dan harta terbaiknya, semata-mata karena Allah swt.
Lantas, kurban Habil-lah yang diterima, sebelum peristiwa pembunuhan pertama dalam sejarah manusia itu terjadi.
Daging kurban memang tidak disampaikan kepada Allah swt langsung, dan Allah swt pun tidak butuh itu. Namun Allah swt ingin menguji apakah cinta hamba-Nya kepada harta benda dunia tak melebihi dari dari cinta kepada-Nya.
Sebagai perumpamaan, ada kisah sederhana sepasang laki-laki dan perempuan. Laki-laki yang benar mencintai seorang perempuan tidak akan pernah memberikan ala kadarnya kepada si perempuan itu. Semiskin apapun dia, upaya apapun akan dilakukannya.
Cinta kepada Allah swt harusnya melebihi itu. Bagaimana kita menyebut kita dekat dengan Allah swt, jika kita hanya memberikan pengorbanan ala kadarnya? Apalagi jika ragu untuk memberikan yang terbaik dan yang paling dicintai dari apa yang kita miliki.
Terakhir, bagi yang belum bisa berkurban tahun ini, mari selalu berdoa agar dimudahkan kita berkurban dengan seluruh cinta kita kepada Allah swt pada momen kurban berikutnnya.
Semoga bermanfaat.